21.54 | Author: Bukit Asri
PERBEDAAN FUNDAMENTAL SISTEM BUNGA DAN BAGI HASIL

Bank adalah salah satu bentuk lembaga keuangan yang menjadi perantara antara orang yang memiliki dana berlebih dengan yang membutuhkan dana. Bank Syari’ah merupakan sedikit gambaran bagaimana syari’at Islam mengatur pada masalah pendanaan, menjadi alternatif yang sangat berkembang saat ini. Bahkan bank-bank konvesional yang berbasis ribapun berlomba-lomba membuka divisi syari’ah untuk berebut pasar pada segment market ini, sebagai sikap reaktif industri perbankan dalam pembacaan pasar yang mereka lakukan.
Ada sebagian orang yang berpendapat tidak ada beda antara pendapatan riba/bunga dengan pendapatan bagi hasil. Bahkan ada yang barangkali melihat bahwa pendapatan bagi hasil lebih besar sedangkan potongan untuk biaya administrasi lebih sedikit dibandingkan dengan pendapatan dan potongan pada bank konvesional. Hal tersebut memotivasi untuk mempercayakan uang yang berlebih kepada bank-bank syari’ah. Wajar saja jika pendapat tersebut ada di tengah-tengah masyarakat dengan petimbangan bahwa masyarakat saat ini jauh dari pemahaman islam.
Pandangan yang terbentuk akibat system sekuler-kapitalistik yang diterapkan sekarang ini menjadikan standar manfaat dan mudarat sebagai penentu baik dan buruknya sesuatu. Standar tersebut padahal sangat jauh dari pemahaman Islam yang menjadikan halal dan haram sebagai penentu baik dan buruknya sesuatu. Lokalisasi prostitusi dan perjudian akan selalu menjadi sesuatu yang buruk dalam Islam walaupun banyak kalangan pengambil kebijakan dan pelaksananya yang menyatakan hal tersebut akan mempermudah negara untuk mendulang pundi-pundi pendapatan (lewat pajak) serta ketertiban sosial masyarakat karena aktivitas tersebut terpusat pada satu titik.
Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Muhammad SAW yang mengatur hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dan dirinya sendiri, serta hubungan sesama manusia. Hubungan manusia dengan Tuhan menyangkut masalah Aqidah dan ibadah ritual. Hubungan manusia dengan dirinya menyangkut masalah makanan, minuman, pakaian, thaharah dan akhlaq. Sedangkan hubungan manusia dengan sesamanya dapat dilihat pada pengaturan Islam dalam system ekonomi, hukum, politik, social, budaya, pendidikan, hubungan luar negeri, dan lain sebagainya. Jika kita menyakini Islam sebagai the way of life, otomatis kita memiliki kewajiban untuk mengaplikasikan Islam secara sempurna, tidak hanya yang berhubungan dengan aqidah dan ibadah ritual.
Permasalah perbankan syari’ah merupakan salah satu aspek kecil yang diatur Islam dalam system perekonomian. Rasululullah SAW bersabda bahwa, "Akan datang kepada umat ini suatu masa nanti ketika orang-orang menghalalkan riba dengan alasan: aspek perda¬gangan" (HR Ibnu Bathah, dari Al 'Auzai). Dan hadis tersebut kita jumpai realitasnya saat ini yang mana aktifitas perbankan konvensionallah yang menguasai perbankan dunia.
Buya Hamka secara sederhana memberikan batasan bahwa arti riba adalah tambahan. Maka, apakah ia tambahan lipat-ganda, atau tambahan 10 menjadi 11, atau tambahan 6% atau tambahan 10%, dan sebagainya, tidak dapat tidak ten¬tulah terhitung riba juga. Oleh karena itu, susahlah untuk tidak mengatakan bahwa meminjam uang dari bank dengan rente sekian adalah riba. Dengan demikian, menyimpan dengan bunga sekian (deposito) artinya sama dengan memakan riba juga.
Islam menyamakan orang yang memakan riba dengan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran tekanan penyakit gila. Bahkan dalam hadis riwayat Al Baihaqy, dari Anas bin Malik menyatakan satu dirham yang diperoleh oleh seseorang dari perbuatan riba lebih besar dosanya 36 kali daripada perbuatan zina di dalam Islam .

Bagi Hasil VS Riba Bank
Perbedaan prinsip yang dengan mudah dapat dikenali untuk membedakan sistem bagi hasil pada sistem ekonomi syari’ah dan sistem bunga pada sistem ekonomi konvensional adalah pada sistem return bagi nasabahnya. Bank konvensional, sistem return-nya adalah sistem bunga yaitu persentase terhadap dana yang disimpan ataupun dipinjamkan dan ditetapkan diawal transakasi sehingga berapa nilai nominal rupiahnya akan dapat diketahui besarnya dan kapan akan diperoleh dapat dipastikan tanpa melihat laba rugi yang akan terjadi nanti. Bank syari’ah sistem return-nya adalah sistem bagi hasil (profit loss sharing) yaitu nisbah (persentase bagi hasil) yang besarnya ditetapkan diawal transaksi yang bersifat fixed tetapi nilai nominal rupiahnya belum dapat diketahui dengan pasti melainkan melihat laba rugi yang akan terjadi nanti.
Pada bank konvensional, nasabah akan menerima atau membayar return bersifat fixed yang disebut bunga. Bagi nasabah penabung akan mendapatan bunga yaitu persentase terhadap dana yang ditabung sedangkan bagi nasabah peminjam (debitur) akan membayar bunga yaitu persentase terhadap dana yang dipinjam oleh nasabah. Bank syari’ah, nasabah akan menerima atau membayar return bersifat tidak fixed yang disebut bagi hasil. Bagi penabung akan menerima bagi hasil yaitu persentase terhadap hasil yang diperoleh dari dana yang ditabung oleh nasabah yang kemudian dikelola oleh pihak bank. Peminjam (debitur) akan membayar bagi hasil yaitu persentase terhadap hasil yang diperoleh dari dana yang dipinjam oleh nasabah yang kemudian dikelolanya.
Bunga yang diterapkan pada sistem ekonomi konvensional harus tetap dibayarkan oleh pihak bank kepada nasabah walaupun bank tidak mendapatkan keuntungan atau dalam keadaan yang bagaimanapun bunga harus dibayarkan tidak melihat apakah laba atau rugi. Bagi debitur juga harus membayar tingkat bunga yang telah disepakati baik dalam kondisi laba maupun rugi. Sistem ini sangat berbeda dengan sistem perbankan syari’ah yang menerapkan sistem bagi hasil, pada kondisi terjadi laba maka akan membayar tingkat persentase bagi hasil yang telah disepakati, dalam kondisi impas tidak ada pembayaran dan pada kondisi mengalami kerugian maka kerugian tersebut juga dibagi bersama antara nasabah dengan pihak bank. Dalam perbankan syari’ah hubungan antara nasabah dengan bank adalah dalam bentuk kemitraan.
Sistem syari’ah tidak ada yang dieksplotasi dan tidak ada yang mengeksploitasi, risiko yang merupakan kondisi yang tidak pasti dimasa akan datang ditanggung bersama dan apabila mendapat keuntungan yang tinggi juga dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan diawal. Mengapa demikian? Karena, ekonomi syari’ah melarang sesuatu (misalnya laba atau rugi) yang tidak pasti dimasa akan datang dibuat pasti dan ditentukan pada saat sekarang. Disi lain juga melarang sesuatu yang sudah pasti dibuat menjadi tidak pasti agar dapat melakukan spekulasi atau mengambil keuntungan untuk kepentingannya sendiri dengan merugikan atau merusak perekonomian secara umum.
Pada sistem perbankan konvensional dapat terjadi eksploitatori, predatori dan intimidasi. Kapan terjadi eksloitasi, predatori dan intimidasi? Eksploitasi dapat terjadi pada saat tingkat bunga tinggi dan tingkat bunga rendah. Pada saat suku bunga tinggi yang dieksploitasi adalah debitur dan ini umumnya terjadi pada kondisi ekonomi sedang berkinerja buruk. Pada kondisi ini debitur mendapat keuntungan yang rendah atau bahkan mengalami kerugian tetapi tetap diharuskan membayar bunga yang tinggi. Pada kondisi buruk ini dapat terjadi proses predatori (yang kuat memakan yang lemah) dan intimidasi (memaksa membayar bunga walaupun tidak memungkinkan) kepada debitur. Pada kondisi kinerja ekonomi membaik umumnya suku bunga rendah maka pada kondisi ini pihak krediturlah yang dieksploitasi, debitur mendapat keuntungan yang tinggi tetapi krediur hanya mendapat bagian (bunga) yang rendah.
Praktek sistem bunga baik pada kondisi ekonomi baik maupun buruk telah terjadi ketidak adilan dalam pembagian hasil atau dengan kata lain terjadi eksploitatori, predatori dan intimidasi, ketiga karakteristik inilah yang merupakan sifat dasar dari ribawi. Oleh karena itu sudah sepantasnyalah ribawi itu dihapuskan dari sistem perekonomian karena hanya akan menciptakan inefisiensi dan instabilitas dalam perekonomian.

Bagi Hasil, Tahan Banting
Dari fakta pada industri perbankan dalam menghadapi krisis tahun 1997 lalu, bank yang mampu tetap stabil adalah bank dengan sistem bagi hasil. Banyak bank-bank konvensional yang kolaps dan harus di merger agar neraca keuangannya stabil kembali. Hal tersebut disebabkan tidak adanya kewajiban bagi bank dengan sistem bagi hasil ini untuk menambah simpanan nasabah karena seperti yang jamak diketahui, sulit pada masa tersebut bagi debitor (yang meminjam dana) untuk menghasilkan keuntungan yang besar.
Selain itu, bank dengan sistem bagi hasil ini lebih selektif dalam memilih debitor. Selain itu, bank dengan system bagi hasil tidak ‘bermain-main’ pada instrumen kapitalis yang labil dan tidak real, seperti perdagangan saham dan berspekulasi pada nilai tukar mata uang. Hal tersebut sangat berbeda dengan bank-bank konvensional yang cenderung suka dengan sesuatu yang instan.
Dengan melihat satu aspek kecil dalam tataran aturan dari ‘langit’, maka patutlah kita memikirkan perkataan Allah yang mempertanyakan pertanyaan retorika ini “Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?” (al Maidah:50).
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar:

Powered by Blogger